Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.

Iman dan Keyaqinan Buta

Posted 06.49 by Dayat in
Iman dan keyaqinan itu seperti cinta. Terkadang ia tidak membutuhkan alasan. Jika Anda bertanya kepada seseorang, “mengapa Anda beriman kepada Allah?” Mungkin ia akan menjawab, “Saya yaqin bahwa Allah itu ada karena saya yaqin bahwa Allah itu ada. Walau semua orang berkata bahwa Allah itu tidak ada, saya akan tetap kepada keyaqinan saya.”

Jika ditanyakan kepadanya, “Apakah Anda dapat membuktikan bahwa Allah itu ada?” Mungkin ia akan berkata, “Saya tidak dapat membuktikan, dan saya tidak tahu dalilnya dari Al-Qur`an, tetapi saya yaqin bahwa Allah itu ada.”
Begitulah iman dan keyaqinan. Terkadang ia buta. Tetapi tidak selamanya. Ada juga orang yang beriman karena ia telah melihat apa yang diimaninya. Melihat di sini dapat secara langsung, mau pun tidak langsung.
Sayyidina Ali pernah berkata, “Aku tidak menyembah tuhan yang tidak bisa aku lihat.” Allah memang bisa dilihat. Tetapi tingkatan melihat Allah itu berbeda-beda pada setiap orang.
Nabi Muhammad pernah bertemu dengan Allah. Namun itu pun dialingi oleh nur. Nabi Musa pernah bicara langsung dengan Allah, tetapi beliau tidak melihat Allah. Bahkan beliau pingsan ketika nur yang menghijab itu ditampakkan kepada gunung yang kemudian gunung itu menjadi sirna. Sebagian orang mungkin iri dengan gunung tersebut. Karena gunung itu telah merasakan fana disebabkan penampakkan nur yang menghijab itu.
Maka pahamlah kita bahwa Nabi Muhammad telah Allah berikan kekuatan yang luar biasa. Walau pun beliau melihat nur yang lebih dekat kepada Allah dari nur yang ditampakkan kepada gunung tadi, beliau tidak hancur, tidak pula pingsan.
Kemudian, ada pula yang dapat melihat Allah melalui ayat-ayat-Nya di alam semesta dan juga di kitab suci. Melihat Allah itu ada tingkatannya.
Kemudian, iman yang buta tidaklah buruk jika yang diimani itu benar. Tetapi iman yang buta akan sangat berbahaya jika yang diimani itu tidaklah benar.
Ada orang yang begitu buta, hingga ia berkata bahwa Nabi Isa itu adalah Tuhan. Padahal telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Isa bukanlah Tuhan. Namun itulah iman dan keyaqinan buta. Terkadang Iblis pun dijadikan tuhan. begitulah mereka. Mereka buta dan tuli, sehingga mereka tidak dapat melihat dan mendengar kebenaran.
Ada juga orang beriman yang dapat menunjukkan kepada orang lain bahwa apa yang ia imani itu benar. Namun sampai kiamat, tidak akan ada orang yang dapat menunjukkan bahwa Nabi Isa itu benar-benar Tuhan.
Kita semua tahu bahwa para pakar Alkitab dari kalangan sarjana Kristen telah bersaksi tentang Alkitab mereka bahwa Alkitab itu tidaklah otentik dan berisi banyak kesalahan. Dan iman yang mengatakan bahwa Nabi Isa itu Tuhan adalah berasal dari kitab yang penuh kesalahan tersebut.
Sedangkan iman kita kepada Allah dan bahwa Nabi Isa adalah Rasul Allah dan bukan Tuhan berasal dari Al-Qur`an. Banyak sarjana Kristen yang berkata bahwa Al-Qur`an itu terjaga keotentikannya. Banyak pula ilmuwan dari berbagai bidang ilmu mengungkapkan hal-hal yang sesuai dengan Al-Qur`an.
Al-Qur`an terbukti berisi kebenaran. Tidak seperti Alkitab yang banyak memuat informasi-informasi keliru tentang alam semesta dan banyak hal. Al-Qur`an sangat sejalan dengan ilmu pengetahuan modern. Ini semua menunjukkan bahwa Al-Qur`an diturunkan oleh Yang Menciptakan alam semesta, dan bukan karangan manusia.
Belajar dari Ibrahim
Nabi Ibrahim, Abul Anbiya, telah memberikan kita banyak pelajaran berharga. Walau ayah beliau dan masyarakat di sekitarnya menyembah berhala, namun beliau dapat selamat dari kesesatan itu.
Ketika beranjak remaja, dimulailah kisah bersejarah itu. Nabi Ibrahim mulai berfikir tentang siapa Pencipta sebenarnya. Beliau tidak mau menyembah begitu saja apa yang disebut orangtuanya sebagai tuhan. Karena beliau tahu bahwa yang disembah oleh masyarakat saat itu adalah patung karya bapaknya.
Mulailah beliau mencari Tuhan yang sebenarnya. Ketika malam tiba, beliau melihat bulan. Lalu beliau berfikir, “Mungkin inilah tuhan.” Namun ketika bulan sirna, beliau berkata, “Aku tidak menyembah sesuatu yang sirna.”
Ketika matahari terbit, beliau berfikir, “Mungkin inilah tuhan.” Tetapi ketika matahari terbenam, beliau berkata, “Aku tidak menyembah sesuatu yang tenggelam.” Lalu beliau pun menyerah. Menyerah kepada yang Menciptakan dirinya. Beliau berkata, “Jika Tuhan tidak membimbingku, niscaya aku akan sesat selamanya.”
Saat beliau berserah diri kepada Sang Pencipta, maka datanglah petunjuk itu. Tuhan tidaklah diciptakan. Tuhan tidak dilahirkan. Tuhan tidak melahirkan. Tuhan berbeda dari makhluq-Nya. Tuhan ada dengan mandiri. Tuhan ada sebelum kata “sebelum” itu ada. Tuhan ada sebelum waktu itu ada. Waktu dan ruang itu ada dengan diciptakan oleh Allah. Allah tidak dikandung oleh ciptaan-Nya. Allah tidak dikandung oleh ruang dan waktu. Allah tidak dikandung dalam rahim seorang wanita.
Namun, memang ada manusia-manusia yang Allah biarkan dalam kesesatan. Allah biarkan mereka dalam kebutaan karena mereka telah memilih kebutaan itu sendiri. Allah telah menampakkan berbagai bukti kebenaran. Allah juga telah memebri mereka kemampuan berupa aqal dan pancaindera. Namun mereka tidak menggunakan itu semua untuk menemukan kebenaran, tetapi malh untuk mengabaikannya. Berbeda dengan Nabi Ibrahim yang telah menafikan yang selain Allah sebagai ilah. Dengan menafikan yang selain Allah sebagai ilah itulah kemudian datang hidayah kepada beliau setelah pasrah dan yaqin akan adanya Tuhan sejati. Allah, tidak ada yang pantas disembah kecuali Dia


0 comment(s) to... “Iman dan Keyaqinan Buta”

0 komentar:

Posting Komentar

Support By :